اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ
مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Ada satu golongan yang dikenal
sebagai sufi. Empat tafsiran diberikan kepada istilah sufi. Ada yang melihatnya
pada keadaan dzahir mereka memakai baju bulu yang kasar. Bulu dalam bahasa Arab
ialah suf. Dari perkataan ini mereka dipanggil sufi. Yang lain melihat kepada
kehidupan mereka yang bebas dari urusan dunia ini serta kedamaian dan
ketenteraman mereka, keadaan yang sesuai dengan bahasa Arab safa. Dari
perkataan safa itu timbul istilah sufi. Yang lain pula memandang lebih
mendalam, kepada hati mereka yang suci murni dan bebas dari apa saja kecuali
Zat Allah. Dalam bahasa Arab safi berarti kesucian hati dan dari perkataan itu
dikatakan timbul istilah sufi. Yang lain memanggil mereka sufi karena mereka
hampir dengan Allah dan akan berdiri di barisan pertama di hadapan Allah pada
hari kiamat. Safi dalam bahasa Arab bermakna barisan.
Terdapat
empat alam, empat dunia.
1.
Pertama ialah alam atau dunia jasad - tanah, air, api dan angin
merupakan jirim dalam alam ini.
2.
Kedua ialah alam makhluk rohani - malaikat, jin, mimpi dan
kematian, ganjaran Allah - taman surga dan keadilan Allah - tujuh neraka.
3.
Ketiga ialah alam huruf, nama-nama indah bagi sifat-sifat Allah,
dan Loh Tersembunyi (Loh Mahfuz) yang menjadi sumber kepada perintah-perintah
Allah.
4.
Keempat ialah alam Zat Allah Yang Maha Suci, alam yang tidak boleh
digambarkan atau diuraikan karena pada alam ini atau tahap ini tidak ada
perkataan, nama-nama, sifat-sifat atau persamaan. Tiada siapa kecuali Allah
mengetahuinya.
Terdapat
pula empat jenis ilmu.
1.
Pertama
ilmu tentang peraturan-peraturan
Allah, dan berhubung dengan aspek lahir kehidupan dunia ini.
2.
Kedua ialah ilmu kerohanian, pengetahuan batin tentang sebab dan
akibat.
3.
Ketiga ialah ilmu tentang jiwa, roh, mengenal diri dan melaluinya
pengetahuan tentang ketuhanan .
4.
Keempat ilmu tentang kebenaran atau hakikat.
Roh juga ada empat jenis,
1.
roh
kebendaan,
2.
roh
yang arif,
3.
roh
yang memerintah (roh sultan) dan
4.
roh
kudus (roh suci).
Yang zahir, kenyataan bagi Pencipta,
juga ada empat jenis.
1.
Pertama ialah kenyataan di dalam rupa, bentuk, warna.
2.
Kedua ialah kenyataan perbuatan dan tindak balas dalam perkara
yang berlaku.
3.
Ketiga ialah kenyataan dalam sifat-sifat, bakat-bakat,
perangai-perangai sesuatu.
4.
Keempat
kenyataan bagi zat-Nya.
Akal atau daya menimbang juga ada
empat jenis:
1.
akal
yang menguruskan soal-soal kehidupan duniawi,
2.
akal
yang menimbang dan memikirkan soal-soal akhirat,
3.
akal
bagi roh yang bertugas dalam bidang makrifat
4.
dan
akhirnya akal yang meliputi.
Perkara yang dibincangkan juga ada
empat jenis.
1.
Empat
jenis ilmu,
2.
empat
jenis roh,
3.
empat
jenis penzahiran (kenyataan) dan
4.
empat
jenis akal.
Ada orang yang berada pada tahap
pertama ilmu, roh, kenyataan dan akal. Mereka adalah penghuni surga pertama
yang dipanggil surga yang menjadi tempat kembali yang mensejahterakan, yaitu
surga keduniaan. Mereka yang berada pada tahap kedua ilmu, roh, kenyataan dan
akal tergolong ke dalam surga yang lebih tinggi, taman kesukaan dan kesenangan
kurnia Allah kepada makhluk-Nya, surga di dalam alam malaikat.. Sebagian
manusia yang mencapai tahap ketiga ilmu, roh, kenyataan dan akal (makrifat)
berada di dalam surga peringkat ketiga, surga langit-langit, surga nama-nama
dan sifat-sifat Ilahi dalam alam ketauhidan.
Namun, mereka yang mencari dan
terikat dengan ganjaran Allah, walaupun surga, tidak dapat melihat hakikat
kebenaran dalam diri mereka dan dalam benda-benda di sekeliling mereka. Mereka
yang arif, yang mencari hakikat, mereka yang mencapai suasana sebenar sufi,
suasana keinginan menyeluruh - tidak inginkan sesuatu apa pun kecuali Allah,
berhajat kepada Allah saja - meninggalkan segala-galanya dan tidak mencari
apa-apa kecuali yang HAQ. Mereka temui apa yang mereka cari dan masuk ke dalam
alam yang haq, dan kehampiran dengan Allah, dan hidup semata-mata kerana Zat
Allah, tidak kerana yang lain.
Ini sesuai dengan perintah Allah, "Carilah keselamatan dengan Allah"
dan ikut nasihat Nabi s.a.w, "Kedua-duanya,
dunia dan akhirat terlarang bagi orang yang mencintai Allah".
Nabi s.a.w tidak bermaksud mengharamkan dunia akhirat, Apa yang baginda
maksudkan ialah orang yang berkehendak menemui Allah lebih dekat, keinginan
hawa nafsunya, egonya, kasih sayang dan cita-citanya kepada dunia dan akhirat,
harus dihilangkan.
Pencari yang haq memberi alasan:
Dunia ini adalah ciptaan dan kita juga ciptaan. Semua yang dicipta berhajat
kepada Pencipta. Bagaimana mungkin yang berhajat meminta kepada yang berhajat
juga. Apa lagi jalan bagi yang diciptakan kecuali mencari Pencipta.
Allah berfirman melalui Rasul-Nya, "Kecintaan-Ku, Wujud-Ku, adalah kecintaan mereka
kepada-Ku".
Nabi s.a.w bersabda, "Keadaanku yang sangat berhajat, kemiskinanku,
adalah kemegahanku".
Keadaan yang sangat berhajat dan
kecintaan kepada Allah menjadi asas kepada pencarian sufi. Keadaan kemiskinan
yang menjadi kebanggaan Nabi s.a.w bukanlah kekurangan sesuatu berbentuk
keduniaan atau kebendaan. Ia adalah pelepasan segala-galanya kecuali keinginan
kepada Zat Allah. Ia adalah segala sesuatu- bukan saja yang di dalam dunia ini,
malah yang dijanjikan di akhirat juga - dan lantaran itu suasana berhajat
sepenuhnya untuk dipersembahkan kepada Allah.
Inilah keadaan yang membawa
seseorang kepada kekosongan atau ketiadaan diri, lenyap di dalam zat Allah. Ia
adalah mengosongkan diri seseorang dari apa saja kecuali cinta Allah. Kemudian
hati menjadi bernilai atau layak untuk menerima janji Allah, "Aku tidak dapat dimuat oleh langit dan bumi tetapi
mampu dimuat oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman".
Hamba yang beriman adalah yang
melepaskan apa saja kecuali Yang Esa dari hatinya. Bila hati sudah disucikan,
Allah melapangkannya dan memuatkan Diri-Nya ke dalamnya. Abu Yazid Al-
Bustami menggambarkan keluasan hatinya dengan katanya, "Jika segala
yang maujud di dalam dan di sekeliling arasy, keluasan semua ciptaan Allah,
diletakkan di penjuru hati manusia sempurna dia tidak akan merasai
beratnya".
Begitulah keadaan kekasih Allah.
Kasihilah mereka dan setia selalu bersama mereka karena yang mencintai akan
bersama-sama yang dicintai pada hari akhirat nanti. Tanda kecintaan itu ialah
mencari kehadiran bersama-sama mereka, berkehendak mendengar perkataan mereka,
dan dengan pandangan serta perkataan mereka, dapat merasakan kerinduan terhadap
Allah Yang Maha Tinggi.
Allah berfirman melalui Nabi-Nya, "Aku merasakan kerinduan para hamba-Ku yang beriman,
yang baik-baik, hamba yang sejati, terhadap Diri-Ku dan Aku juga merindukan
mereka".
Kekasih Allah kelihatan berbeda dari
orang lain, kelakuan dan tindakan mereka juga berbeda. Pada peringkat permulaan,
ketika masih baru, tindakan mereka kelihatan seimbang antara baik dengan buruk.
Bila mereka maju lagi dan sampai kepada peringkat pertengahan, perbuatan mereka
penuh dengan manfaat. Dalam semua hal kebaikan yang keluar melalui mereka bukan
saja dalam ketaatan mereka mematuhi perintah Allah dan peraturan agama, tetapi
juga dalam perbuatan yang mengandungi puncak kebahagiaan dan bersinar dengan
cahaya kepada maksud bagi yang zahir.
Mereka seolah-olah dipakaikan dengan
pakaian dari cahaya yang berwarna warni yang memancar dari mereka menurut makam
(tingkatan) mereka.
Apabila mereka dapat mengalahkan ego
mereka dan kejahatan nafsu yang rendah dengan berkat kalimah tauhid "La
ilaha illa Llah" dan sampai kepada kewujudan yang bisa membedakan antara
yang haq dengan yang batil, yang benar dengan yang salah, cahaya biru langit
memancar keluar dari mereka.
Bila dalam peringkat tersebut,
dengan pertolongan dan ilham dari Allah, mereka berpindah sepenuhnya ke dalam
kebaikan dan meninggalkan kejahatan keseluruhannya, cahaya merah membungkus
atau membaluti mereka.
Dengan berkata nama Allah - HU -
nama itu tiada yang lain kecuali yang haq dapat menceritakannya, mereka sampai
kepada peringkat dipersucikan dari segala sifat-sifat keji dan perbuatan jahat
dan menemui suasana tenang dan aman, kemudian cahaya hijau keluar dari mereka.
Bila semua ego dan keinginan, bila
semua kehendak diri sendiri dihapuskan melalui berkat HAQ, yang sebenarnya, dan
bila mereka menyerahkan kehendak mereka kepada kehendak Allah dan ridha dengan
apa juga yang datang dari-Nya, warna mereka berubah menjadi cahaya putih.
Inilah gambaran orang-orang sufi
dari peringkat permulaan mereka di dalam perjalanan sampailah kepada peringkat
pertengahan. Tetapi seseorang yang sampai kepada perbatasan peringkat ini tidak
mempunyai bentuk atau warna. Dia menjadi seolah-olah sinaran cahaya matahari.
Cahaya matahari tidak berwarna. Sufi yang sampai kepada makam yang paling
tinggi tidak mempunyai kewujudan untuk membalikkan cahaya atau warna. Jika ada,
warnanya ialah hitam, yang menyerap semua warna. Inilah tanda keadaan fana.
Orang ramai yang melihat kepadanya,
keadaan yang tiada warna ini, kelihatan gelap, menjadi tabir menutupi cahaya
makrifat yang dia miliki, seperti malam menutupi sinaran matahari. Allah
berfirman: An-Naba: 10 -
11
وَجَعَلنَا
الَّيلَ لِباسًا وَجَعَلنَا
النَّهارَ مَعاشًا
"Dan Kami jadikan malam itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat penghidupan". (Surah Nabaa, ayat 10 & 11).
Bagi mereka yang sampai kepada
hakikat atau intisari akal dan ilmu, ada tanda dalam ayat di atas.
Mereka yang sampai kepada kebenaran
(hakikat) ketika di dalam dunia ini merasakan seolah-olah di penjarakan di sini
di dalam bilik kurungan di bawah tanah yang gelap. Mereka menghabiskan hidup mereka
di dalam kesusahan dan kesengsaraan. Mereka menanggung kesusahan yang besar,
tekanan-tekanan keadaan, di dalam dunia yang gelap sepenuhnya.
Nabi s.a.w bersabda, "Dunia ini
adalah penjara bagi orang beriman". Seperti yang baginda s.a.w kabarkan
percubaan yang paling besar menimpa para nabi, kemudian yang hampir dengan
Allah, kemudian dengan kadar menurun mengikuti kadar seseorang itu
mau menghampiri Allah. Jadi, adalah sesuai bagi sufi memakai pakaian hitam dan
mengikat serban hitam di kepalanya, karena ia adalah pakaian orang yang
bersedia menempuh kesusahan dan kesakitan di dalam perjalanan ini.
Di dalam kenyataan, hitam adalah
pakaian paling sesuai bagi mereka yang berkabung kerana kehilangan kemanusiaan
dan kewujudan diri mereka. Ramai manusia yang kehilangan anugerah yang berharga
karena kecuaian, sesuai hanya untuk kemanusiaan, bagi mereka yang sedar, bagi
yang bisa melihat kebenaran, enggan itu membunuh kehidupan abadi dengan tangan
mereka sendiri. Membuang kasih Ilahi yang kerinduan di dalam hati mereka,
memisahkan diri mereka enggan roh suci, mereka hilang kesempatan untuk kembali
kepada asal mereka, kepada penyebab.
Walaupun mereka tidak mengetahuinya,
merekalah yang menderita bala yang paling besar. Jika mereka sadar yang mereka
sudah kehilangan segala nikmat akhirat, kehidupan abadi, mereka tentunya
memakai pakaian hitam, pakaian berkabung. Janda yang kematian suami berkabung
selama empat bulan sepuluh hari. Ini adalah berkabung karena kehilangan sesuatu
di dalam dunia. Orang yang kehilangan kebaikan hidup yang abadi seharusnya
berkabung secara abadi juga.
Nabi s.a.w bersabda, "Mereka
yang ikhlas senantiasa berada di tepi bahaya besar". Betapa tepat gambaran
ini mengenai orang yang terpaksa berjalan berjingkit-jingkit dengan penuh kewaspadaan!
Tetapi inilah suasana sufi yang meninggalkan kewujudan dirinya dan berada di
dalam alam fana. Kefakirannya terhadap dunia ini yang ditinggalkannya dan
hajatnya yang penuh kepada Allah sangat besar, dan dia melepasi kemanusiaan
sebagai keindahan yang sangat lebih.
Mereka yang memperoleh penyaksian
kepada yang haq, setelah menyaksikan keindahan kebenaran itu, tidak ingin
melihat yang lain lagi. Mereka tidak boleh melihat kecintaan dan kerinduan
kepada apa saja. Bagi mereka, Allah jualah yang menjadi yang dikasihi, hanya
Dia yang wujud. Begitulah keadaan mereka di dalam kedua-dua alam. Itulah
satu-satunya prinsip mereka. Akhirnya mereka menjadi insan, dan Allah ciptakan
insan supaya mengenali-Nya, supaya mencapai Zat-Nya.
Menjadi kewajiban bagi setiap orang
untuk mencari dan mengenali atau mengetahui tujuan dia diciptakan dan
menghayati maksud tujuan tersebut, kewajiban yang mereka tanggung di dalam
dunia ini dan di akhirat, supaya mereka tidak habiskan usia mereka di dalam
kerugian, agar mereka tidak menyesal selama-lamanya di akhirat - dibungkus,
lemas di dalam kerinduan yang akan mereka sedari akhirnya di dalam penyesalan
yang abadi.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
Selasa,
12 Juni 2012 By. :
sufisme
news
sumber: Ngaji Islam